Image : KEB (Carolina Ratri) |
Bulan Ramdhan adalah bulan berkah
yang selalu ditunggu oleh umat Muslim di seluruh dunia. Di bulan Ramadhan,
bulan penuh kebaikan, bulan seribu bulan, bulan ibadah adalah bulan di mana
umat muslim berkesempatan membersihkan diri dari dosa-dosa setahun di bulan
Ramadhan ini.
Salah satu ritual dan tradisi
yang kita lihat banyak terjadi setiap Ramadhan adalah berbagi dengan orang yang
tidak mampu, anak yatim, Panti Asuhan dan Kaum Duafa. Dan inilah sekelumit pengalaman
inspiratif saya di Ramadhan tahun ini.
Beberapa hari lalu saya mendapat
titipan amanat untuk meyampaikan sedikit rejeki pada yang berhak
mendapatkannya. Dan saya memutuskan memilih beberapa orang tetangga saya yang
saya sangat tahu bahwa mereka memang sangat membutuhkan dan keluarga yang
benar-benar tidak mampu. Setelah merapikan amplop saya menuju orang pertama
yang sudah saya kenal dengan baik dan sangat tahu kondisinya yang sangat minim.
Sambil memberikan amplop tersebut saya mencari info bertanya tentang kondisi
tetangga kami yang akan saya tuju berikutnya. Saya membandingkan beberapa
o1r2a1ngSaya membandingkan beberapa orang yang saya anggap layak. Dan tetangga
saya ini member saran mana yang benar-benar layak dari beberapa orang yang saya
tanyakan.
Akhirnya saya menuju ke dua
tetangga berikutnya. Dan menyerahkan kepada mereka sambil menjelaskan dengan
singkat dari mana rejeki tersebut. Dan setelah saya selesai menjelaskan, apa
yang terjadi kemudian?
Salah satu dari penerima
mengajukan pertanyaan yang membuat saya terkejut. Bolehkah dia memberikan amplop
tersbut pada saudaranya saja? Bukannya dia menolak rejeki, tapi dia merasa
saudaranya ini lebih berhak karena kondisinya lebih kekurangan dari dia. Saya bengong
dan bingung mau menjawab apa. Kemudian saya jawab, kalau dia memberikan ke
saudaranya berarti dia tidak dapat uang tersebut, karena jumlahnya terbatas. Dia
menjawab tidak masalah, karena meski kehidupannya kurang ibaratnya hanya kurang
500 sedangkan saudaranya kurangnya sampai 5000. Jadi lebih baik buat dia amplop
tersebut. Dan saya pun mengijinkan dengan berkata terserah pada keputusannya.
Pulang kerumah saya masih terus
terngiang dialog dan kejadian barusan. Ditengah banyaknya sikap serakah dan
individual masyarakat Jakarta ternyata masih ada orang yang memiliki ketulusan
dan rasa syukur yang tinggi. Saya sangat tahu ibu ini sebenarnya kondisinya
juga tidak begitu stabil soal ekonomi. Karena itu dia saya masukan ke dalam
daftar penerima, meski di lain pihak saya juga tahu kalau saudara beliau juga
memiliki kondisi yang sama. Tapi dari informasi yang saya himpun kondisi ibu
ini yang lebih kurang, suaminya kerja serabutan dan dia sendiri sering membantu
bekerja serabutan juga. Entalah…yang pasti si Ibu tetangga saya ini lebih
ihklas memberikan sumbangan tersebut pada saudaranya.
Dari sini saya jadi malu sendiri.
Dengan kondisi yang lumayan, meski tidak kaya tapi juga tidak kurang terkadang
masih kurang bersyukur. Untuk mengeluarkan bantuan terkadang masih berpikir “Cukup
tidak ya kalau aku sumbangkan sekian uangnya?” Masih terlalu sering berpikir
kurang dan kurang. Padahal untuk berbagi seharusnya tidak menunggu jadi
konglomerat dulu bukan? Yang utama adalah niat, ketulusan dan keihklasan. Hari itu
saya jadi belajar lagi, belajar lebih banyak bersyukur dan ihklas. Bahwa masih
banyak orang lain yang kondisinya jauh di bawah saya tapi mereka tidak mudah
mengeluh danmasih tetap memiliki keihklasan untuk tetap berbagi.
Dan waktu aku cerita ke suami,
jawabannya sangat nyelekit “tu, kurang enak apa kamu, tinggal ongkang-ongkang
di rumah, kalau ada kegiatan keluar tinggal nangkring naik motor sambil nodong
uang bensin. Pengen beli apa-apa meski harus sedikit sabar tetap kebeli. Begitu
kadang masih cerewet”. Gedubrak…ni suamiku kalau diajak curhat kadang malah
minta dijitak!!!
Jadi mari mulai belajar untuk selalu
ihklas dan bersyukur dengan keadaan kita.
Terima kasih sudah diingatkan mak. Jadi ingat waktu dapat goodie bag kemarin di acara bukber rinso, Pascal sempat protes kok kita dapat bingkisan harusnya untuk anak yatim aja. Setelah dijelaskan kalau itu adalah sovenir untuk tamu yang datang baru dia mengerti
BalasHapusTerkadang Allah menguji kita dengan diberikan rejeki yang cukup atau bahkan berlebih. Tinggal kita bagaimana menyikapinya :)
BalasHapusMelihat dalam diriku #ya Allah Mak, terima kasih sudah mengingatkan kami. Syukur, tulus dan ikhlas
BalasHapusSubhanallah... wong cilik tp masih mau berbagi ya, Mak. Jgn cerita ke suami yg kayak gt deh Mak, jadinya ya begitu XD
BalasHapusAku suka sebel itu yg masih sehat2, pake perhiasan, bisa dandan tapi gontok2an sama nenek2 rebutan zakat :(
BalasHapusjd berasa nancep kl liat situasi kyk gitu, Mak :)
BalasHapus