Kadang kesadaran diri sangat
rendah, membuat orang-orang seperti saya ini perlu digetok dulu kepalanya pake
event #SemangatBerbagi di bulan Ramadhan seperti yang diadakan oleh Emak Gaoel
yang bekerjasama dengan Smartfren. Bayangkan, saya tidak pernah ketinggalan
berita artis Kpop melakukan kegiatan amal, padahal berada jauh di seberang
lautan. Tapi orang-orang inspiratif seperti tetangga sendiri malah terluapakan.
Duh ya, cubit diri sendiri :P
Di kota besar seperti Jakarta, apa sih yang gratis? Bahkan ada jargon guyonan yang sangat lucu “Kencing saja bayar cyyiinn, hanya buang angin yang gratis”. Ya, apalagi urusan memberi pelajaran seperti belajar mengaji, duhh…semua serba bayar.
Tapi benarkah tidak ada satupun
bisa ditemukan ketulusan ditengah belantara Jakarta? Ooo…jangan salah, masih
ada sosok-sosok inspiratif yang bisa kita temukan terselip diantara “matre”
nya kehidupan di Jakarta. Dan saat akan ikut event #SemangatBerbagi Emak Gaoel dan
Smartfren ini saya baru ngeh dan seolah disentil untuk menoleh lebih
dalam dan memberi apresiasi pada tetangga saya sendiri.
Saya mengenal sosok ini sejak 5
tahun yang lalu sebagai tetangga kontrakan saya. Kamar kontrakannya lebih kecil
dari yang saya sewa. Hanya satu petak. Tapi setiap malam kegiatannya di
dalamnya sangat meriah. Setiap malam Mamang Inung mengajar mengaji pada anak-anak
tidak mampu di lingkungan saya tinggal. Siang beliau bekerja sebagai OB di
salah satu kantor di Pelabuhan Tanjung Priok. malam pulang kerja, meski lelah masih
menyempatkan diri untuk mengajar anak-anak mengaji. Satu yang saya kagumi
adalah semangat Beliau untuk mengajak anak-anak mengaji. Kalau ada yang
berhenti dengan berbagai alasan yang jelas atau tidak jelas, biasanya akan di
datangi langsung ke orang tuanya untuk ditanya “Kenapa berhenti? Sayang sudah
sampai sekian ngajinya. Ayo datang lagi ya besok ke mang Inung”.
Apalagi kalau yang berhenti
mengaji anak orang kurang mampu, pasti langsung di cari dan ditanya-tanyakan ke
yang lain kenapa, dan di dorong untuk datang lagi mengaji. Tapi selama Ramadhan biasanya ngaji diliburkan, karena kegiatan Mang Inung berganti di Moshola Babut
Taufik, mushola di RT saya tinggal. Setiap hari sepulang kerja Mang Inung yang
mengkordinasi kegiatan di Mushola. Mulai dari mengatur menu berbuka yang datang
dari sumbangan orang-orang di lingkungan sekitar, azan sholat sampai
membersihkan Mushola semua dilakukan Mang Inung tidak hanya selama Ramadhan, tapi
setiap hari. Hanya kalau Ramadhan kegiatan di Mushola lebih padat jadi mengaji selama Ramadhan libur. Cuti mengerjakan hanya saat Mang Inung libur pulang kampung mengunjungi
anak dan istri di Pandeglang. Bahkan sampai lebaran Mang Inung juga yang
membantu mengkordinasi pembagian zakat.
Kalau ada yang sedang pulang kampung
saat zakat dibagi, biasanya Mang Inung memegang amanah dengan menyimpan zakat
mereka. Jadi ingat 2 tahun lalu, Mang Inung menyimpan jatah zakat saya selama 2
bulan, karena saat lebaran saya mudik sampai 2 bulan lamanya.
Begitu juga saat Ramadhan,
biasanya banyak tajil berlebih sumbangan orang-orang di Mushola. Mang Inung
biasanya langsung membawanya ke beberapa orang yang tidak mampu yang tinggal di
lingkungan kami.
Tapi apakah selamanya Mang Inung “ramah”?
ooo..tidak, saat teraweh di Mushola mang Inung jadi Satpam di bagian belakang,
kalau ada anak-anak yang ribut dan berisik dia akan berubah menjadi galak dan
menakutkan. Kalau kata anak-anak di lingkungan saya “Mang Inung lagi jadi
patung penjaga pintu” hehehe :D
Terkadang tidak hanya anak-anak
yang ribut, tapi juga orang-orang yang suka seenaknya membawa sandal mereka
melewati batas suci Mushola. Maklum, area teras Mushola yang kecil yang pada
Ramadhan juga ikut digunakan untuk sholat biasanya hanya diberi tulisan dari
cat yang kalau malam agak samar. Dan orang-orang suka seenaknya membawa sandal
mereka tidak mempedulikan batas samar tersebut. Jadi siap-siap ya di semprit
mang Inung :D
Dan dengan rasa malu saya harus
mengakui pernah mengalaminya beberapa tahun yang lalu, membawa sandal naik
dengan cuek dan langsung di tegur “Mama Alisha, sandalnya hanya sampai sini,
lain kali toleh ke bawah ya” katanya dengan tegas. Duh…malu bin sadar, sudah
tidak pernah ikut berpartisipasi membersihkan, tidak perhatian lagi
Pernah iseng saya bertanya kenapa
Mang Inung mau mengajar anak-anak mengaji dengan gratis? Jawabannya sangat unik
“Salah satu cara menahan diri dari godaan ganasnya kehidupan kota besar yang
kadang membuat kita bisa lupa diri”
Duh, sampai saya pikir lamaaa... makna dari kalimatnya. Akhirnya saya simpulkan sendiri dengan mengajar mengaji setiap
malam maka akan menahan Mang Inung dari godaan kegiatan maksiat dan buruk yang
banyak kita jumpai di kehidupan masyarakat kota besar seperti Jakarta tanpa memandang kasta. Dengan kesibukan di jalan
Allah maka itu bisa menjadi benteng untuk godaan terebut.
Bagi banyak orang mungkin ini
terlihat biasa, tapi bagi saya ini luar biasa. Karena bagi banyak orang
mengajar mengaji itu di Kota besar bisa jadi kegiatan mencari uang tambahan. Bahkan
banyak orang tua yang bersedia mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk
membayar Guru mengaji anak-anaknya. Tapi bagi Mang Inung, kegiatan ini adalah
benteng diri. Kalau ada yang berhenti bisa saja Beliau cuek saja dan
membiarakannya, karena akan mengurangi beban mengajar. Sudah tidak dibayar,
jadi mengajar sedikit murid mengaji tentu lebih mudah dan lebih cepat bisa
istirahat setelah capek pulang kerja. Tapi itu tidak berlaku untuk Mang Inung,
karena menurutnya kalau bukan dia yang mengajari anak-anak tidak mampu itu,
siapa lagi? Orang tua mereka tidak mampu merogoh kocek untuk membayar atau
memasukan anak mereka ke tempat mengaji berbayar yang mayoritas harganya cukup “wow”
untuk kalangan menengah kebawah.
Begitu juga menjadi pengurus Mushola, banyak yang malas. Kecuali Masjid besar yang memiliki dana berlebih untuk membayar pengurusnya sudah biasa banyak pegawainya. Tapi Mushola kecil tanpa dana? sangat jarang. Hanya orang-orang seoerti Mang Inung yang ikhlas bertahan.
Begitu juga menjadi pengurus Mushola, banyak yang malas. Kecuali Masjid besar yang memiliki dana berlebih untuk membayar pengurusnya sudah biasa banyak pegawainya. Tapi Mushola kecil tanpa dana? sangat jarang. Hanya orang-orang seoerti Mang Inung yang ikhlas bertahan.
Dan dari kisah ini serta
kisah-kisah yang lain yang ada di event #SemangatBerbagi yang diadakan Emak
Gaoel dan di dukung oleh Smartfren semoga membuat kita tergugah, bahwa untuk berbagi
hanya dibutuhkan niat yang tulus dari hati seluas samudra, dan Tuhan pasti akan
memberi jalan. Bahwa berbagi tidak selalu harus dengan materi, tapi kita juga memiliki pikiran dan ilmu. Sebaik-baiknya ilmu adalah Ilmu yang bermafaat dan ilmu yang dibagi untuk kebermanfaat orang banyak :D
Bersama Kita Sebarkan Kebaikan dengan #SemangatBerbagi. Ikuti acara puncak Smarfren #SemangatBerbagi tanggal 19 Juli 2014 di Cilandak Town Square Jakarta.
Bersama Kita Sebarkan Kebaikan dengan #SemangatBerbagi. Ikuti acara puncak Smarfren #SemangatBerbagi tanggal 19 Juli 2014 di Cilandak Town Square Jakarta.
Suka banget dengan cara Mak Icoel menguraikan aktivitas dan motivasi Mang Inung dalam menjalankan tugas mulianya itu, Mak! Salut sama Mang Inung. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan merahmatinya, Aamiin. TFS, ya, Mak! Semoga menang! :)
BalasHapusMakasih Mak Al :*)
Hapuswah subhanallah...terinspirasi mbak...saya jadi tersadar...masyaAllah malu saya mbak...punya ilmu tapi gak bisa berbagi...senangnya mas Inung ya smga Allah meridhoi amal beliau aamiin
BalasHapusAmiin, yuk saling berbagi Dek ;)
Hapuskalau menang nanti mang inung dikasih hadiah juga mak ;)
BalasHapusAmiin, Insha Allah mak :D
Hapustulus sekali Mas Inung, ya. Kita bisa belajar darinya :)
BalasHapusIya mak, baik orangnya :D
Hapus