Putri Kecil Yang Sudah Mulai Gede (Lokasi : Bukit Telletubies) |
Assalamu’alaikum...
Memiliki seorang buah hati yang
usianya hampir 6 tahun dalam beberapa bulan kedepan terkadang masih cukup
membuat saya sebagai Ibu terkaget-kaget dengan banyak hal dan pengalaman baru
saat menghadapi tingkah polah krucil tercinta satu ini.
Bisa dikata saat menghadapinya saya
masuk salah satu Ibu lebay dan labil yang sering melakukan inkonsisten baik secara sadar maupun tidak. Contohnya tentang “memberi
label” sudah besar dan masih kecil pada Alisha. Saat memerintahkan
membereskan semua mainannya yang berantakan saya akan berkata “Nak, beresin
dong mainannya kalau sudah selesai. Kan kamu sudah gede jadi harus yang
rajin, pintar dan bertanggung jawab”. Emaknya sok bijaksana, meski entah
anaknya ngerti apa tidak, yang penting mainan beres.
Terus besok-besoknya Alisha main
sepeda dan ijin “Ma, Icha main sepeda ya?!” dan saya jawwab dengan “Boleh, tapi
nggak boleh jauh-jauh sampai ke gang ujung. Cukup dari ujung ke ujung gang kita,
jangan sampai ke gang sebelah sana” dan si anak nggak terima, bertanya “Kenapa
nggak boleh? Kan Icha sudah tahu jalannya!” dan labil pun keluar “Kamu masih
kecil jadi mainnya jangan jauh-jauh, kalau ada orang usil terus
diganggu, bagaimana?” dan untungnya si krucil tidak protes “Kemarin katanya sudah gede,
sekarang bilangnya masih kecil?” :D
Sebenarnya saat ingat, saya sadar
kalau saya melakukan kesalahan. Tapi hal seperti ini terkadang keluar secara
spontan yang tak terbendung.
Tapi akhir-akhir ini saya mulai benar-benar
membiasakan diri untuk menanamkan pikiran bahwa “Putri kecilku sudah besar dan
mengerti banyak hal jadi aku harus benar-benar siap”. Karena belakangan beberapa
kali saya dibuat cukup kaget dengan dialog-dialog yang keluar dari mulut Alisha
yang mencerminkan dia sudah mulai besar dan dewasa dalam tanda kutip. Yaitu anak-anak
yang sudah mulai mengerti banyak hal secara mendalam.
Dan ini beberapa dialog “dewasa”
Alisha yang saya ingat :
“Mama...kecilkan Hpnya, Icha
nggak suka lagu yang mama setel” ini terjadi waktu saya memutar lagu Kpop
kesukaan saya. Dia mengucapkannya dengan nada datar, tidak keras tapi juga
tidak pelan, tanpa menoleh ke saya. Masih dengan melanjutkan kegiatannya
mewarnai. Dan tanpa menjawab saya langsung meraih hands free.
“Mama, kaki Icha semua sakit,
pegel-pegel. Kayanya Icha butuh ke Bu Haji gang 18 (Bu Haji tukang urut
langganannya sejak bayi)” meski kaget dengan kalimatnya saya tetap menjawab
dengan cool “Oke, besok kesana. Dan mulai besok berhenti dulu main sepedanya
sampai pegel-pegelnya hilang” ini terjadi saat dia baru-baru pertama kali bisa
naik sepeda gede tanpa dua roda bantu tambahan.
“Tumben mama nanya Tante Lina? Biasanya
mama nnggak pernah nanya-nanya tentang Tante Lina!” jadi ini pertanyaan balik
Alisha saat saya bertanya tentang seorang tetangga kami yang biasa kami sapa
dengan Tante Lina. Tante Lina belum memiliki buah hati, jadi sering bermain dan
akrab dengan anak-anak di lingkungan kami tinggal termasuk Alisha. Akhirnya
dengan cool lagi saya menjawab “Ya mama Cuma nanya doang, kok sudah seminggu
lebih nggak kliatan. Biasanya kan pasti manggil kamu untuk main di rumahnya”
dan dijawab “Dia pulang kampung, mamanya sakit”.
Meski masi penasaran pada beberapa hal saya memilih diam tidak melanjutkan bertanya. Karena malas ditanya balik dengan pertanyaan yang "nyelekit". Berasa orang
tua yang kudet banget :D
“Ma, Icha sedih sebentar lagi
lulus. Berarti kalau lulus Icha ga bisa ketemu Bu Guru lagi. Padahal Icha
sayang banget sama Bu Guru. Bu Guru orangnya baik, nggak pernah marah, kalau
mama telat jemput Bu Guru mau ngantar pulang” ini curhatnya dua hari yang
lalu saat pulang sekolah. Jadi ceritanya dia baru saja melalukan foro bersama
untuk kenang-kenangan kelulusan TK. Dan entah bagaimana ceritanya dia bisa
merasakan hal tersebut. Saya tidak bertanya macam-macam hanya menjawab “Ya
kalau sudah lulus terus kamu kangen tinggal main saja sesekali ke TK atau ke
rumah Bu Guru. Mama yang antar, gampang kan?” pilih jawaban paling simple :D
“Bagaimana mungkin orang gede nggak
punya tenaga, naik gunung saja ketinggalan paling belakang. Kalah sama Icha ya
ma” Ini kajadian waktu saya, Alisha dan Clara keponakan saya yang sudah mau
lulus kuliah jalan-jalan wisata ke Gunung Rimpi atau yang lebih dikenal dengan
nama Bukit Telletubies di Pelaihari Tanah Laut Kalimantan Selatan awal Januari
lalu. Kondisinya memang saya dan Clara berjalan mendaki tertinggal di belakang
Alisha yang terlalu bersemangat. Dia sudah sampai duluan di atas baru saya dan
Clara paling belakang. Dan kami berdua cukup ngos-ngosan jalan mendaki.
Scene yang terjadi kemudian di
atas gunung? Adu argumen anak TK dengan anak Kuliah yang sudah mau lulus. Yang
satu bilang “Anak kecil ngeselin, capek tahu” yang satu menjawab “Yeee, ketinggalan yeee”
dan saya cuma jadi penonton sambil tertawa geli.
“Mama punya uang? Beneran punya? Uang
mama ga habis kan untuk beli ini? Soalnya ini kan mahal, ga sama dengan harga
yupi yang murah!” pertanyaan yang terlontar bila tiba-tiba saya pulang dari
bepergian membawakannya oleh-oleh selain makanan. Misal boneka atau baju. Kalau
ini saya sadar penyebabnya adalah saya sendiri. Kalau sedang ikut ke pasar dan
melihat baju bergambar tokoh favoritnya seperti Elsa Frozen, Princess Sofia dan
lainnya, terus dia minta saya akan jawab “Iya kapan-kapan kalau uangnya lagi senggang, itukan nggak murah kayak yupi” :D
Dari sini saya seperti diingatkan
pada quote bahwa “Anak adalah sekolah
tanpa akhir untuk orang tua” yang menurut saya benar-benar sebuah kebenaran yang
tak terbantahkan. Membuat dan menuntut saya menjadi sosok yang pintar, pintar
dan bijaksana. Yang selalu membuat saya menyadari bahwa tanggung jawab saya
sebagai orang tua benar-benar membuat saya merasa berusaha untuk menjadi sosok
yang lebih baik lagi dalam segala kekurangan saya.
Ya, saya ini apalah. Hanya seorang
Ibu RT biasa yang hobinya nonton Kdrama dan kalau lagi rajin suka membaca dan
menulis. Standart banget kan? Tapi keberadaan
Alisha membuat saya sadar, saya dan suami adalah kepercayaan Sang Pencipta untuk
menjaga dan merawatnya dengan baik. Membimbingnya menjadi sosok yang baik di
masa depan dan mendampinginya ke jalan yang baik.
Dan semoga saya selalu bisa
memberikan yang terbaik untuknya :D
Hahaha kadang bilang masih kecil, kadang udah gede, ngga konsisten ya emak2 hihihi
BalasHapushahaha..emak2 emang aneh ya..tapi dibalik keanehannya tersimpan kasih sayang yg sangat besar :)
BalasHapusngakak baca yang naik gunung,ya ampn alishaa....jadi pengen ihat langsung mak^^
BalasHapussalam ya buat icha^^
Aku mbayangin ekspresi wajah kalian berdua saat melakukan dialog-dialog itu hahahaha. Like daughter like mother :)))
BalasHapusjadi emak suk aplin plan aku juga nih, kadang bilang masih kecil kadang bilang sudah besar
BalasHapuswkwkwk Icha kok gak suka KPop, sih? :p
BalasHapusHahaha Ichaa...asik ya ngobrol dengan mama..Nai juga kalau cerita kadang bikin aku nano-nano..Alhamdulillah jadi emak kece ya maak..#lho
BalasHapushahaha judge 'gede' dan 'kecil' itu memang kadang suka membingungkan. Saya juga pernah mengalaminya :)
BalasHapusWahhh icha jgn2 suka ikut2n nonton drakor nih hihihii....
BalasHapusBingung baca ini. Kok mak Icoel bisa bijak banget ya? Makasih Alisha sudah membuat mamahmu insyaf :D
BalasHapusLha kok sama, aku juga kadang nggak sadar bilang sudah gede, habis itu bilang masih kecil hahaha.
BalasHapushihhi mulai ngomong kritis nyelekit ya mak?
BalasHapusterimakasih bos infonya dan semoga bermanfaat
BalasHapusmantap mas infonya dan salam kenal
BalasHapusmakasih gan buat infonya dan salam sukses
BalasHapus