Image dari Fan Page FB Hanum Rais |
Salah satu Film Indonesia yang
lagi hits banget jadi perbincangan di timeline akhir-akhir ini adalah Bulan
Terbelah di Langit Amerika. Film dari Maxima Picture ini diangkat dari novel
karya pasangan Hanum Salsabila dan suaminya, Rangga Almahendra.
Tentu semua sudah tahu kan
novel-novel karya pasangan ini, yang juga sudah difilmkan sebelumnya. Novel
semifiksi yang tujuan utamanya ingin menyuarakan tentang ajaran Islam untuk
saling mencintai, menghormati, satu sama lain. Islam adalah agama Rahmatan Lil
Alamin. Menyuarakannya dari sudut pandang seorang Hanum dan Rangga, yang telah
melalui banyak perjalanan ke kota-kota di Eropa yang menyimpan banyak sejarah
Islam.
Hingga perjalanan ke Amerika yang
merupakan salah satu titik kota dengan banyak diskriminasi terhadap Islam.
Terutama sejak peristiwa runtuhnya Menara Kembar WTC pada 2001. Semakin menguatkan
niat keduanya untuk mengangkat cerita ajaran Islam berlandaskan Rahmatan Lil
Alamin
Dan tentu seantero Indonesia juga
sudah tahu bagaimana ngehits novel mereka, berimbas pada ngehitsnya film di
layar lebar. Dan membuat film terdahulu dan sekuelnya kali ini banyak yang
menunggu. Review sebelumnya di
sini.
Karena saya sudah nonton, maka
inilah ulasan singkat saya tetang film ini. bukan review, tapi semacam poin
atau sudut pandang, atau semacam pesan moral (apapun lah sebutannya) menarik
yang ada dalam cerita film ini. karena dari yang saya pelajari sebagai blogger
nih, nggak boleh ya nulis spoiler, terutama film baru dan masih banyak yang
penasaran :P
Akankah dunia lebih baik tanpa Islam?
Ini tentu point dan pesan moral
yang sangat penting pake banget. Karena inti dari film ini, ya poin ini. Memberi
gambaran bahwa segala judge dan diskriminasi karena perlakuakn segelintir orang
yang mengatasnamakan Islam itu adalah salah.
Dan di film ini tokoh Hanum dan
Rangga yang diperankan Acha dan Abimana berjuang untuk menunjukan pada dunia
bahwa jawabannya adalah “TIDAK”
Tentang menunggu dalam ketidakpastian sebuah hubungan
Pada dasarnya sebuah hubungan
antara dua insan itu harus benar-benar dikomunikasikan. Benar-benar harus
memenuhi pemikiran kedua pihak. Bagaimana kalau ternyata salah satu pihak selalu
menghindar dan menganggapnya hal sepele? Apalagi yang menganggap sepela adalah
pihak pria dan wanita harus terus menunggu tanpa kepastian?
Sebagai wanita, harus memiliki
ketegasan untuk menentukan. Jangan sampai membuang waktu percuma untuk hal yang
tidak pasti. Meski itu atas nama cinta :D
Mengamini dialog yang diucapkan
tokoh Hanum dalam film ke ceweknya Stefan :D
Memperjuangkan apa yang kita yakini
Meski soal keyakinan ini sangat
luas. Kita meyakini tentang apa? Tapi kalau
tentang agama tentu apapun yang kita yakini memang harus diperjuangkan, tapi
tentu tanpa meninggalkan prinsip menghormati satu sama lain.
Karena bagi umat muslim sendiri
sebenarnya sudah jelas “Bagimu agamamu, bagiku agamaku”. Dan yang utama, Islam selalu
megajarkan tentang cinta, menghormati, mengasihi satu sama lain meski dalam
perbedaan. Islam adaalah agama Rahmatan Lil Alamin. Balik lagi yah :D
Cepat ambil keputusan sebelum terlambat dan menyesal kemudian
Terkadang untuk mengambil
keputusan penting dalam hidup, seseorang sangat banyak pertimbangan. Seharusnya
pertimbangannya hanya satu, karena ribet dan memiliki jiwa yang memang bakat
ribet dan berbelit. Selalu mencari alasan dan pembenaran maka cenderung lambat
mengambil keputusan. Hingga akhirnya menyesal kemudian saat sadar kita sudah
sangat terlambat.
Digambarkan dalam oleh sosok
Stefan yang diperankan Nino Fernandez, sahabat Rangga yang dalam film ini cukup
menghidupkan suasana. Banyak scene kocak saat Stefan muncul. Tapi dibalik
kekocakannya tersimpan pesan moral yang kuat J
Ini empat poin utama yang menurut
saya bisa menjadi pelajaran penting untuk saya pribadi saat menonton film ini.
Tapi sepanjang menonton rangkaian
film yang diangkat dari novel berjudul yang sama, dan merupakan sekuel dari 99
Cahaya di Langit Eropa ini, hadir sebuah pertanyaan nggak penting hinggap di pikiran saya.
Dalam film beberapa scene
menggambarkan pertengkaran pasangan Hanum dan Rangga, digambarkan sampai teriak-teriak
adu argumen marah. Tergambar sosok “Hanum” dalam film ini adalah sosok yang
lumayan emosian. Dan saat meluapkan amarahnya terlihat cukup “keras”.
Ini beneran sosok mbak Hanum
demikian, atau akting Acha yang kelewat luar biasa mengekspresikannya atau
hanya settingan bagian drama sebuah film saja untuk bumbu-bumbu daya tariknya
ya?
Sebagai blogger yang memiliki
kesempatan bertemu banyak tokoh, saya
dua kali hadir ke acara blogger yang menghadirkan mbak Hanum dan suami, mas
Rangga sebagai narsum. Dari pertemuan ini saya menyimpulkan berdasarkan
pandangan mata mbak Hanum itu kalem pake banget, senyum pun tetap terlihat
kalem. Tertawa juga sangat kalem. Khas orang Yogja gitulah, yang mriyayeni kalau bahasa Jawa-nya. Tapi ini
nggak penting untuk dibahas lebih lanjut :P
Yang penting adalah pesan, visi
dan misi film tersampaikan.
Selamat menonton :D
Pengen nonton euyy filmnya
BalasHapusAku ikuut, ya. :D
HapusKalian yah, sana pada nonton ma suamih sanah :)))
Hapus