Memanjakan mata di Bukit Kayangan |
Kabupaten Tanah Laut dengan Ibu
Kota Pelaihari adalah salah satu kabupaten yang ada di Kalimantan Selatan. Kota
tempat saya dibesarkan. Hijrah bersama keluarga sejak berusia 5 tahun ke kota
ini, cukup membuat saya sangat jatuh cinta dengan kota ini. Meski sudah tidak
lagi ber-KTP sana, tapi bisa dibilang separo hati saya ada di sana.
Tapi setelah lama tidak lagi menjadi warga Pelaihari, pulang hanya setahun sekali untuk kangen-kangenan dengan Ibu dan keluarga ternyata sekarang banyak perubahan. Kota kabupaten yang dulu masih tergolong sepi ini sekarang sudah mulai ramai dan bergeliat pertumbuhannya secara ekonomi dan sosial.
Nongkrong asyik di Bukit Kayangan |
Dan saya baru sadar ternyata
Pelaihari adalah Kabupaten perbukitan dan mulai bisa diberdayakan untuk jadi
obyek wisata menarik meski belum maksimal. Sebenarnya ada beberapa lokasi
wisata lain seperti air terjun Bajuin, Pantai Takisung, Batu Lima dan Batakan.
Tapi lokasi sudah agak jauh dari pusat Kota Pelaihari.
Yang paling dekat dengan pusat
kota adalah perbukitan dan wisata perkebunan. Saat pulang tahun lalu saya
sempat mampir ke sini. Dan memang cukup lumayan untuk menyegarkan pikiran lagi
dengan pemandangan hijau yang terhampar di depan mata.
Memburu monyet untuk foto bareng, ternyata susah banget :)) |
Ini ulasan singkat tempat-tempat
yang saya sempat kunjungi :
Bukit Kayangan
Nggak tahu juga kenapa dinamai
demikian. Tidak begitu tinggi, tapi lumayan untuk cuci mata, memandang hamparan
hutan dan bukit-bukit lain di sekitarnya. Memandang langit luas tanpa batas
dengan bersahaja. Berdiri di bangunan pemantau (entah untuk pemantau atau apa
ya bangunan ini) yang mirip Surau dan menatap hamparan pepohonan serta langit
luas berselimut awan berarak. Menikmati hebusan angin semilir yang segar
menerpa kulit wajah.
Berlokasi di dekat gerbang
selamat datang di Kabupaten Tanah Laut, ke Kayangan sore dan menunggu matahari
terbenam benar-benar waktu yang pas. Menikmati jingganya langit menuju gelap.
Banyak monyet yang bersarang di sekitar bukit ini. Saat pengunjung ramai,
monyet-monyet ini tidak takut dan seliweran. Cukup menghibur, karena ada
sebagian pengunjung yang melempar pisang, kacang dan sebagainya.
Pengunjungnya sudah lumayan
banyak, terutama hari minggu dan hari libur lainnya. Tapi sayang fasilitas umum
masih belum memadai. Pedagang makanan dan minuman juga masih belum tertata dan
terawasi. Jadi masalah klasik soal sampah tentu jadi masalah yang tak
terhindarkan.
Bersiap mencari jalan keluar dari tengah Labirin :D |
Kebun Labirin
Tempat ini sebenarnya adalah
tempat pembibitan tumbuhan dan hewan ternak Dinas Pertanian dan Perkebunan.
Tapi sebagian kawasannya juga difungsikan sebagai bumi perkemahan. Tapi saat
ini ditambah dengan tanaman sejenis bonsai (atau memang bonsai yak?) yang
ditata berbentuk labirin dan cukup menyenangkan untuk dijadikan tempat bermain.
Masuk ke Labirin dan
nyasar-nyasar sambil berteriak seru nggak jelas “Tolong...kami tersesat” tapi sambil
tertawa. Memang saya dan keponakan mah kadang-kadang rada lebay :D
Pemandangan lain di sekitar Labirin :) |
Di tengah ada semacam menara
pengawas yang bisa dinaiki dan melihat bentuk Labirin dari atas. Melihat
pemandangan sekitar yang cukup eksotik dengan warna hijaunya. Dari lapangan
berumput yang luas tempat mendirikan tenda, lapanan rumput luas tempat
sapi-sapi digembalakan. Dan danau kecil yang memantulkan semua pemandangan di
sekelilingnya.
Dari atas menara di tengah kawasan Labirin |
Lagi-lagi, sore menjelang malam
berada di tempat ini sangat-sangat memanjakan mata dan jiwa. Melihat pantulan
cahaya langir senja di air danau. Begitu juga saat akan keluar dari kawasan
perkebunan, kontur tanah yang menanjak menghadapkan kita pada jingga langit
senja menjelang malam.
Di sini sudah ada fasilitas umum,
seperti toilet, mushola. Meski tidak bagus banget tapi cukup lumayan.
Bukit Telletubies
Bahkan mendung pun terasa indah saat dinikmati dari atas Bukit Telletubies |
Disebut juga dengan Bukit Rimpi, nama
populer lain bukit Telletubies. Mungkin karena bentuk bukitnya yang meliuk-liuk
seperti bukit yang ada di film anak Telletubies. Berada di daerah Tampang,
Bumijaya saat saya ke sana bukit ini cukup ngehits
dan banyak diperbincangkan.
Sebgian harus diakui karena
kekuatan foto di social media. Dari sahabat sampai keponakan “Bagus banget itu,
ada yang upload di IG”. Akhirnya meski saat itu cuaca sedang tidak cerah, saya
dan Clara serta Alisha nekat pergi ke bukit ini.
Sisi lain bukit Rimpi |
Ternyata banyak yang nekat
seperti kami, naik ke bukit meski cuaca sedang mendung dan habis hujan.
Mungkin karena saya memang
orangnya suka pemandagan, laut, gunung dan sebagainya jadi lagi-lagi saya
bilang memang cukup bagus untuk menyegarkan mata dan jiwa. Melihat yang
hijau-hijau segar dari bukit dan pepohonan di sekelilingnya yang tertangkap
mata saat berada di atas bukit.
Hanya saja, lagi-lagi saya harus jujur lokasi ini belum maksimal. Parkir kendaraan yang asal, dikelola oleh pemuda setempat. Kalau hujan, akses ke atas benar-benar luar biasa perjuangannya. Karena jalan menuju ke atas becek, berbatu. Jadi jangan ditanya bagaimana rupa dari sepatu atau sandal yang kita pakai. Bahkan Alisha terpeleset beberapakali dipenanjakan naik dan turun. Tapi itu tidak seberapa mengesalkan dibanding saat melihat sampah di mana-mana, sampai dihinggapi banyak lalat L
Tantangan untuk perbaikan ke depan : Jalan menuju ke atas yang luar biasa becek saat musim hujan |
Bahkan saat saya akan turun, berpapasan dengan serombongan remaja yang asyik makan nasi bungkus. Dan sebagian sudah selesai makan, terlihat bungkus-bungkusnya berserakan di salah satu penanjakan bukit Telletubies. Dalam hati saya serasa mau jitak nih anak-anak abege yang nggak sadar kebersihan.
Ke sepan saya berharap diberlakukan peraturan ketat seperti dilarang membawa makanan ke atas. Ada batas wilayah makanan. Makanan apapun, sekecil kacang kulit benar-benar dilarang dibawa naik. Tapi sarannya ke siapa ya? Terus colek-colek sahabat-sahabat di sana lewat sosmed :P
Tangtangan untuk perbaikan ke depan : Fasilitas Umum yang masih sangat-sangat minim |
Menurut saya semua ini aset
berharga yang benar-benar harus diperhatikan dan dikembangkan. Karena bisa jadi
pemasukan untuk daerah setempat kalau dikelola dengan baik dan benar. Di era
industri kreatif, kreatif memberdayakan bukit-bukit dan lahan perkebunan
menjadi tujuan wisata adalah sebuah keharusan. Karena tidak bisa terus
bergantung pada hasil bumi yang akan habis karena terus dikeruk.
Masalah klasik tapi benar-benar butuh perhatian serius & intens, sampah yang sampai jadi sarang lalat :( |
Kalau daerah lain seperti Lembang
mampu melakukannya, hanya butuh niat dan kemauan untuk Tanah Laut melakukan hal
yang sama. Banyak organisasi pemuda yang cukup peduli dan mau diajak kerjasama,
hanya tinggal pemerintah terkait saja membuka tangan untuk mereka.
Tulisan ini berdasarkan kondisi
setahun lalu saat saya pulang ke Pelaihari. Untuk kondisi saat ini, nanti saya
wawancara keponakan dan para sahabat dulu ya :P
di bukit teletubis jangan lupa berpelukan ya :) itu pemandangannya asyik tapi sayang ya kalau dikotori dengan sampah
BalasHapusDuh itu sampah, ganggu banget. Gemes liatnya. Icoel Lebay? Hahahaha... atuhlah ponakannya jangan diajakin lebay juga *kabuuur*
BalasHapusLangitnya bersih bangetttt... sudah lama rasanya Jakarta tidak punnya langit sebersih itu
BalasHapushoreeee icul haNDAK PINDAH KE PELAIHARI JARRR
BalasHapusawannya bagus, suka sama foto pertama....
BalasHapussetujuuuu... sampah adalah masalah klasik yang harus diperhatikan.
BalasHapus